Jakarta, 08 Desember 2024 - UNIVERSITAS IBNU CHALDUN (UIC) menggelar wisuda program Sarjana dan Magister tahun akademik 2023 – 2024 di Puri Ardhya Garini, Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Kamis, (28/11/2024).
Wisuda tersebut dihadiri Wakil Presiden ke 13 , KH Ma’ruf Amin melalui video conference, seluruh Dekan Fakultas, Ketua Program Studi, serta jajaran pimpinan universitas, termasuk Rektor UIC, Dr. Rahmah Marsina, SH, MH, didampingi Ketua Yayasan Pembina Pendidikan Ibnu Chaldun (YPPIC), Dr. Dr. H. Edy Haryanto, S.H., M.H
Hadir pula Kepala Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDIKTI) Wilayah III DKI Jakarta Prof. Dr. Toni Toharudin, dan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Asep Saepudin Jahar, M.A., Ph.D. yang menyampaikan orasi ilmiah. Pada prosesi wisuda kali ini, sebanyak 294 wisudawan dari 8 program studi strata 1 dan program Magister Hukum.
KH Ma’ruf Amin yang juga alumni UIC mengucapkan selamat kepada para wisudawan. Ma’ruf Amin berharap semoga ilmu yang didapatkan bermanfaat bagi bangsa dan negara.
Adapun bagi UIC yang kini telah memasuki usia ke 68 tahun, KH Ma’ruf Amin berharap dapat terus berkembang ke arah yang lebih baik lagi. “Semoga Universitas Ibnu Chaldun semakin unggul inovatif dan kompetitif, untuk menjadi kampus atau universitas yang unggul Iptek dan kokoh Imtaq,” ujar Abah Ma'ruf panggilan akrabnya.
Rektor UIC, DR Rahmah Marsinah menyampaikan ucapan selamat kepada para wisudawan. Menurutnya, gelar akademik yang didapatkan pada hari ini adalah bentuk pengakuan terhadap penguasaan ilmu pengetahuan dan kompetensi.
“Dengan menyandang gelar tersebut, saudara kini mengemban tanggung jawab baru yang lebih tinggi, untuk berkiprah dan memberikan sumbangsih kepada masyarakat, agama dan bangsa,” ujar Rahmah melalui keterangannya.
Mengutip Ibnu Khaldun, Rahmah Mersinah menyebut bahwa, “Pendidikan Melahirkan Orang Berilmu, Tapi Agama Melahirkan Orang Berakhlaq Jadikan Agama Sebagai Pondasi Dalam Mencari Ilmu”.
“Karenanya, ilmu diperoleh selama berpendidikan di Universitas Ibnu Chaldun harus terus didasari dengan pondasi agama, sebagai penopang utama setiap langkah kehidupan di masa akan datang,” tandasnya .
Rahmah juga mengingatkan 3 karakteristik yang penting dalam kehidupan yang harus dipegang para wisudawan. Pertama, Adaptif. Kemampuan untuk belajar tentang lingkungan dan dinamikanya. Kedua, Integritas, yakni konsistensi antara prinsip atau nilai yang kita pegang, pikiran, sikap dan perbuatan, secara terus menerus.
“Yang ketiga adalah Responsif. Hal ini berkaitan dengan kepekaan dan kepedulian akan orang-orang lain dan yang terjadi di lingkungan kita. Kepekaan membuat kita menjadi realistis dan menggerakkan kita untuk ambil peranan demi kebaikkan bersama,” ujar Rahmah.
Sementara Ketua Umum YPPIC, Edy Haryanto menambahkan bahwa seseorang yang menyandang gelar akademik pendidikan tinggi harus mampu secara proaktif menjadi pribadi yang memiliki kemampuan, kecakapan dan keterampilan dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan pada bidang tertentu.
“Ini bukanlah akhir dan berhenti belajar. Namun sebaliknya, ilmu dan pengetahuan yang sudah anda dapatkan di Universitas Ibnu Chaldun ini akan dilanjutkan dalam membantu dan menyelesaikan permasalahan yang ada di masyarakat, serta mampu menghadapi berbagai tantangan yang semakin kompleks dimasa mendatang,” harap Edy.
Prof. Asep Saepudin Jahar dalam orasi ilmiahnya berjudul “Responsibilitas Institusi Pendidikan Tinggi Islam dalam Harmonisasi Percepatan SDGs” mengutarakan sebagai institusi pendidikan, universitas memiliki tanggung jawab bukan hanya untuk melahirkan insan-insan akademik yang cakap, tetapi juga untuk memberikan kontribusi nyata terhadap keberlanjutan peradaban manusia.
Menurutnya, salah satu agenda global yang menjadi perhatian besar adalah Sustainable Development Goals (SDGs), yang dirancang oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai peta jalan pembangunan berkelanjutan hingga tahun 2030.
“Islam, sebagai agama rahmatan lil ‘alamin, memiliki nilai-nilai yang secara inheren mendukung tujuan SDGs, seperti pengentasan kemiskinan (eradication of poverty), pengelolaan sumber daya alam yang adil dan lestari, hingga pembangunan perdamaian global,” ujar Prof Asep.
Institusi pendidikan tinggi Islam, lanjut Prof. Asep, dapat memberikan kontribusi strategis dalam harmonisasi percepatan SDGs melalui tiga pilar utama Tri Dharma Perguruan Tinggi: pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat.
“Pendidikan tinggi Islam harus merancang kurikulum yang integratif, menggabungkan nilai-nilai keislaman dengan isu-isu global. Perguruan tinggi Islam di Indonesia memiliki potensi besar untuk membangun kesadaran kritis mahasiswa terhadap isu lingkungan, kesetaraan gender, dan keadilan sosial melalui pendekatan berbasis nilai agama,” tandasnya.
Sementara Kepala LLDikti Wilayah III, Prof. Dr. Toni Toharudin, mengungkapkan bahwa data dari Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri, hanya 6% penduduk Indonesia yang telah berhasil mengenyam pendidikan tinggi dari total populasi 275,36 juta jiwa pada Juni 2022.
Menurutnya, meskipun tenaga terdidik lulusan perguruan tinggi terus mengalami peningkatan, namun penting dicatat bahwa tingkat keterserapan lulusan masih menyisakan masalah. Saat ini kita dihadapkan dengan situasi di mana populasi sarjana menjadi kelompok yang turut menyumbang angka pengangguran cukup tinggi.
“Data terbaru BPS memperlihatkan pendidikan tinggi menyumbang angka pengangguran terbuka sebesar 9,39% (terbesar kedua setelah lulusan SMK yang menyumbang 9,42%),”. Ini artinya, banyak lulusan pendidikan tinggi yang belum memperoleh kesempatan untuk diserap oleh dunia usaha dan dunia industri karena umumnya mereka tidak cukup memiliki keterampilan yang dibutuhkan,” ujar Toni.
Dikatakannya, perguruan tinggi harus secepatnya melakukan transformasi pendidikan untuk memenuhi tantangan tersebut. Penyesuaian kurikulum yang lebih adaptif dengan tuntutan dunia kerja, dan menjalin kolaborasi dengan Dunia Usaha danDunia Industri ( DUDI) harus digalakkan. Dengan demikian, para lulusan bisa terserap di pasar kerja lebih banyak di masa depan. (H-2)