Jakarta, 19 November 2025 – Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum memperkuat komitmennya dalam peningkatan pelindungan kekayaan intelektual (KI) di perguruan tinggi. Direktur Kerja Sama, Pemberdayaan, dan Edukasi Yasmon menekankan, perguruan tinggi memegang peran penting dalam melahirkan inovasi baru. Hal ini Yasmon sampaikan dalam melalui kegiatan Seminar Nasional bertema “Dari Ide Menjadi Aset: Kekayaan Intelektual sebagai Jembatan antara Dunia Akademis dan Dunia Komersial” yang diselenggarakan Universitas Ibnu Chaldun (UIC) Jakarta, pada Senin, 17 November 2025.
“Perguruan tinggi merupakan ruang lahirnya ide dan kreativitas, sehingga pemahaman KI menjadi sangat penting. Dengan adanya pelindungan KI, karya yang dihasilkan sivitas akademika dapat memberikan manfaat yang lebih luas dan memiliki nilai keberlanjutan,” ungkap Yasmon.
Ia menambahkan, ekosistem inovasi kampus harus dilengkapi dengan pendampingan yang memadai agar karya yang dihasilkan tidak hanya berhenti pada publikasi. Menurutnya, kerja sama dan pembentukan Sentra KI bukan sekadar formalitas, tetapi bagian dari upaya membangun budaya inovasi di lingkungan kampus.
“Kami berharap Sentra KI dapat menjadi tempat bagi dosen dan mahasiswa untuk mendapatkan pendampingan agar karya mereka terlindungi dan dapat dikembangkan secara optimal,” terangnya.
Pandangan tersebut kemudian diperdalam oleh Analis Kekayaan Intelektual Ahli Utama Razilu yang hadir sebagai narasumber dan memberikan gambaran lebih luas mengenai bagaimana KI bekerja dalam kehidupan sehari-hari serta perannya dalam mendorong inovasi.
“Sejak seseorang membuka mata hingga kembali tidur, kita tidak pernah lepas dari produk KI. Karena itu, penting bagi generasi muda untuk memahami bahwa KI bukan sekadar konsep hukum, tetapi bagian dari kehidupan yang menentukan arah perkembangan ekonomi dan inovasi,” ujar Razilu
“Pelindungan KI adalah bentuk penghargaan terhadap kreativitas. Tanpa pelindungan, inovasi mudah ditiru dan membuat kreatornya kehilangan motivasi. Tetapi ketika dilindungi secara benar, karya itu dapat berkembang dan memberikan nilai tambah bagi penciptanya maupun masyarakat,” sambungnya.
Lebih lanjut, Razilu menyoroti bahwa KI berperan sebagai penghubung penting antara riset dan industri. Ia menjelaskan bahwa meskipun kampus memiliki banyak ide dan penelitian, tanpa pelindungan KI hasil-hasil tersebut hanya akan berhenti sebagai karya ilmiah. Dengan adanya pelindungan yang tepat, riset dapat dikembangkan lebih lanjut menjadi produk, layanan, maupun solusi yang memberikan manfaat nyata bagi masyarakat.
Rektor Universitas Ibnu Chaldun Rahmah Marsinah turut menyampaikan apresiasi atas kehadiran DJKI dalam kegiatan ini. Ia menegaskan bahwa pemahaman KI merupakan kebutuhan penting bagi mahasiswa dan dosen, terutama di tengah meningkatnya persaingan inovasi di lingkungan perguruan tinggi.
“Kolaborasi dengan DJKI memberikan kesempatan bagi UIC untuk memperkuat budaya riset yang terarah dan berorientasi pada pemanfaatan karya. Kami berharap kehadiran DJKI dapat membuka wawasan mahasiswa dan dosen mengenai pentingnya pelindungan KI, sehingga karya akademik tidak hanya berhenti pada ide tetapi bisa memberikan manfaat nyata bagi masyarakat,” pungkasnya.
Dalam kesempatan yang sama, DJKI dan Universitas Ibnu Chaldun menandatangani Perjanjian Kerja Sama (PKS) mengenai penguatan Tridharma Perguruan Tinggi serta pelindungan dan pemanfaatan KI. DJKI juga meresmikan Sentra KI Universitas Ibnu Chaldun sebagai pusat layanan konsultasi dan pendampingan pendaftaran KI bagi sivitas akademika. Kehadiran Sentra KI diharapkan menjadi langkah strategis bagi UIC dalam membangun budaya inovasi berbasis pelindungan KI.